Mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan memiliki kemandirian bukanlah utopia, tetapi nyata bisa kita lakukan. Kisah masyarakat sebuah desa di Blitar JawaTimur yang berhasil melepaskan diri dari ketergantungan bahan bakar terutama gas elpiji (lihat disini) membuktikan hal itu. Juga keberhasilan masyarakat di Pantai Selatan Yogyakarta dalam ketahanan pangan dengan cara menanam berbagai tananaman pangan di PASIR (lihat disini) sekali lagi membuktikan bahwa kita bisa mandiri.
Apa sebenarnya yang membuat mereka bisa berprestasi begitu?
Jawabannya tidak sulit, Mentalitas dan CaraBerpikir!
Mereka punya sikap mental dan cara berpikir yang mendorong mereka bertindak tidak seperti biasanya.
Belajar dari kedua daerah tersebut, mentalitas dan cara berpikir seperti apa yang membuat mereka miliki?
- Tidak mau bergantung (Dependent Mentality)
- Saling bergantung (Interdependency Mentality) atau Gotong Royong
- Berpikir "DAN" bukan "ATAU"
- Melihat Kendala sebagai Peluang.
Mental bergantung adalah mentalitas seorang bayi, yang tanpa bantuan orang lain akan mati. Mereka (masyarakat kedua desa itu) tidak mau seperti itu. Mereka tidak mau nasib meeka tergantung atas kebaikan orang lain, tergantung dari pemerintah, NGO, dsb. Mereka sadar, nasib merekaditentukan oleh mereka sendiri, karena mereka yang bertanggung jawab atas diri mereka, bukan orang lain. Kalau nasib mereka buruk, mereka tidak ingin mengeluh dan menyalahkan oranglain atau lingkungan.
Masyarakat kedua desa itu juga sadar bahwa mereka saling mebutuhkan satu sama lain untuk melakukan sesuatu yang bisa membuahkan hasil luar biasa. Dengan bergotong royong mereka menyatukan tenaga, pikiran dan hati mereka sehingga tercipta solusi hebat atas masalah yang mereka hadapi. Mereka tahu kalau bekerja sendiri, berpikir sendiri dan menyemangati diri sendiri tidak mampu menghasilkan karya luar biasa yang sinergis.
Hal ketiga yang dubutuhkan adalah konsep berpikir DAN, bukan ATAU
Sadar atau tidak, masyarakat kedua desa itu memiliki konsep berpikir "DAN" bukan "ATAU".
Masyarakat di Blitar itu tidak mau berpola pikir,
"Beli sapi untuk dipiara tapi tidak punya gas elpiji ATAU bisa beli gas untuk masak dll tapi tidak punya sapi untuk dipiara",
melainkan,
"Beli sapi untuk dipiara DAN punya gas untuk memasak dll"
Demikian juga masyarakat dipantai Selatan Jogja, mereka tidak memilih berpola pikir,
"Punya lahan tanah subur tapi sempit serta mahal ATAU punya lahan pasir luas serta murah tapi tidak subur"
melainkan,
"Punya lahan luas serta murah DAN subur"
Pola pikir mereka telah maju, bahkan melampaui para pengambil kebijakan negara selama ini yang cenderung berpikir ATAU (biar gampang).
Banyak contohnya, antara lain,
"Kita babat hutan untuk jual kayu gelondongan tapi dapat devisa ATAU tetap punya hutan lebat tapi tidak dapat devisa"
Kenapa tidak berpikir,
"Kita tetap punya hutan lebat DAN dapat devisa"
Contoh lain,
"Kita jual minyak (mentah) dengan harga murah tapi dapat devisa ATAU tetap punya minyak tapi rakyat lapar"
Bukannya berpola pikir,
"Kita jual minya (olahan) dengan harga tinggi DAN rakyat kenyang sejahtera"
Tentu saja konsekwensi memilih pola pikir "DAN" membutuh Kerja Ekstra serta KREATIVITAS.
Itulah yang yang dipilih dan diempuh oleh masyarakat Biltar dan Jogja sehingga mereka bisa memiliki kemandirian di sektor-sektor itu. Sedangkan para pembuat kebikan negara selama ini lebih memilih yang gampang: "ATAU".! Tinggal ambil saja....weleh..weleh!
Disamping ketiga hal diatas ada satu lagi yakni BERANI melihat dengan cara yang berbeda yaitu melihat KENDALA sebagai PELUANG!
Masyarakat Jogja mampu dan berani melihat lahan pasir yang tidak subur (kendala) tapi relatif murah sebagai peluang untuk menanam tanaman. Dikatakan BERANI karena untuk bisa menjadikan peluang dibutuhkan Kerja Ekstra dan KREATIVITAS disamping 3 hal yg telah dibahas diatas.
Catatan: Tentang Kreativitas akan dibahas pada artikel tersendiri.
http://revo-mental.blogspot.com/2014/07/semangat-kemandirian-produksi-pangan-di.html