Revolusi Mental: Pemimpin Seperti Kopi

Satu biji kopi tidak akan menghasilkan secangkir kopi, tetapi harus bersatu dengan yang lain.
Mereka harus melepaskan ego masing-masing. Bersatu untuk menghasilkan tujuan yg lebih besar.
Memberikan kenikmatan bagi orang yg meminumnya.
Tidak hanya bersatu dengan sesamanya, tetapi untuk bisa dinikmati sesuai selera kopi rela menyatu dengan bahan lainnya (gula susu, vanilla, cream dll).
Apakah itu akan membunuh rasa kopi?
Distitulah kekuatan sesungguhnya.
Meski telah dicampur, kopi tidak kehilangan jati dirinya.
Kopi tetaplah kopi dengan citarasa khasnya.

Semua orang berhak menikmati kopi, karena kopi tidak mengenal kelas atau golongan.
Mulai dari petani di warung kecil di desa, rakyat yang berkeluh di pinggir jalan, karyawan di kantin kantor, hingga bos-bos berdasi di cafe kelas, atas semua minum secangkir kopi tanpa batasan.

Untuk mendapatkan secangkir kopi yg nikmat itu perlu proses yg panjang.
Kita harus menunggu pohon kopi tumbuh, berbuah, hingga masak. Kemudian dipanen, dijemur lalu dikupas kulitnya. Penderitaannya tidak sampai disitu! Biji kopi masih harus digoreng lalu digiling hingga halus.
Proses penderitaan inilah yang membuat seorang kopi berkualitas.


Cerita kopi tsb mirip dengan lahirnya pemimpin yg berkualitas.
Layaknya kopi, pemimpin harus melalui proses yg panjang.
Ditempa dengan kesulitan namun harus siap menghadapinya dengan gagasan, bukan cacian apalagi kutukan.
Saat itulah kita akhirnya mendapatkan pemimpin seperti kopi, yg berjuamg dari bawah dengan dukungan masyarakat. Mudah membaur dan tidak berjarak dengan siapapun, serta kehadirannya dirasakan oleh rakyat.

Proses pembuatan kopi yg panjang itu sebanding dengan hasil yg didapat.
Tidak ada yg dapat menggantikan nikmatnya secangkir kopi dipagi hari.
Secangkir kopi pagi menambah semangat hidup.
Kopi menemani manusia menghasilkan karya dan ide-ide besar.

Nah, Pemimpin kopi inilah yang bisa menghasilkan pemikiran Revolusi Mental!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar